Tak jarang -anak sekarang walau masih duduk di Sekolah Dasar sudah pintar berselancar di dunia maya dan terutama situs jejaring sosial seperti Facebook. Hal ini bisa kita anggap sebagai salah satu bentuk kemajuan anak terhadap hubungan yang luas dalam perkembangan zaman. dan tentunya secara positif anak dapat lebih banyak bersilaturahmi dan bertukar informasi positif dengan orang lain.
Namun tak jarang pula kita jumpai beberapa anak yang menjadi korban hal tersebut, baik secara mental, karakter dan kepribadian maupun yang menjerumuskan mereka kepada kerugian fisik.
Kemampuan Berpikir Belum Memadai
Menurut penggiat internet sehat, Donny Budi Utoyo, tidak hanya di facebook dan twitter, jika diperhatikan lebih lanjut, dalam kehidupan sehari–hari pun mereka kerap melontarkan kata–kata tak pantas itu. Penyebabnya ialah pergaulan (peer group) dan terpaan media televisi, khususnya sinetron. Bukankah sinetron–sinetron yang memenuhi waktu dan ruang keluarga isinya penuh dengan cacian, kecaman, hujatan, dan lain–lain sejenis itu? Mungkin saja anak merekam apa yang ada di sekitarnya itu, lalu mengungkapkannya kembali melalui percakapan verbal. “Jadi, garbage in, garbage out,” ujar Direktur Ekseklusif ICT Watch ini.
Nah, kehadiran facebook dan twitter, lanjut Donny membuat anak punya media baru sebagai bentuk penyaluran. Ini diperparah dengan mekanisme penyaringan informasi masuk dan keluar pada anak yang belum berfungsi sepenuhnya. Akibatnya, apa yang dirasakan, maka hal itu jugalah yang akan dia tuangkan dalam status facebook maupun twitternya. Kemampuan menyaring informasi ini akan tumbuh dengan bertambahnya usia anak, seiring kematangan intelektual dan emosionalnya.